Thursday, August 4, 2011

ADMINISTRASI TANAH

Sertifikat Tanah adalah merupakan bukti kepemilikan tanah yang resmi, namun di desa desa baru sekitar 20 sampai dengan 30 % saja orang yang memiliki Bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat tanah, sementara yang lain masih menggunakan SPPT sebagai satu satunya tanda kepemilikan walaupun sebenarnya SPPT adalah bukan merupakan tanda bukti kepemilikan tanah, tapi hanyalah Surat Pemberitahuan Pembayaran pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. 
Ini terjadi akibat mahalnya biaya Pembuatan Sertifikat tanah sehingga masyarakat merasa keberatan dan ditambah pengertian yang kurang tentang arti pentingnya memiliki sertifikat tanah. Kenapa biaya sertifikat mahal ?, sebenarnya pembuatan akte tanah tidaklah mahal, yang mahal adalah biaya untuk jasa pembuatannya.  Membuat akte tanah melalui notaris hampir 6 kali lipat besarnya dibanding kalau kita ngurus sendiri langsung ke kantor Agraria. Notaris mematok biaya besar juga mungkin karena biaya operasional yang dibutuhkan cukup besar, dari biaya pengadaan dan pengisian blangko, transport cek lokasi, Biaya Administrasi Legalisasi dll.  

Dengan minimnya prosentasi pemilik akte tanah, Pemerintah Desa sebagai backbone dan sumber informasi perihal urusan kepemilikan tanah warga masyarakat mestinya harus semakin berbenah diri dalam hal Administrasi Pertanahan, dan terus melakukan upaya menumbuhkan kesadaran warga masyarakat untuk menyertifikatkan tanahnya.  
Administrasi Pertanahan di tingkat desa yang ada saat ini adalah berupa data wajib pajak bumi dan bangunan dari kantor Pelayanan pajak Bumi dan Bangunan.  Data awalnya mendasari hasil Prifikasi Pendataan obyek Pajak dengan diadakannya pendataan pemilik dan pengukuran kasar dari kantor Pelayanan PBB.  Data ini di kelola oleh pemerintah Desa dengan mengadakan laporan rutin setiap kali ada perubahan data obyek, mutasi pemilik dll.
Beberapa permasalahan yang sering muncul dengan adanya adminitrasi Tanah di desa yang kurang falid adalah :

  1. Setiap tahun Pemerintah Desa harus menutup beban pajak Bumi dan Bangunan untuk SPPT yang kurang jelas, kesalahan luas, kesalahan nama, kesalahan letak obyek dll.  
  2. Sengketa tanah diantara warga kurang bisa diselesaikan dengan baik karena sumber data yang minim.  
  3. Banyak tanah yang tidak terdaftar 

Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, tentunya pihak Pemerintah Desa harus berusaha semaksimal mungkin untuk membenahi data yang ada.  Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam upaya pembenahan Administrasi data kepemilikan tanah di tingkat desa adalah sebagai berikut   :

  1. Miliki Data dasar se valid mungkin, maksimal kesalahan kurang dari 15 %.  kalau tingkat kesalahan melewati 20 % , sebaiknya usulkan untuk diadakan prifikasi atau Pembaharuan data ke Kantor PBB. 
  2. Gunakan Tekhnologi digital dalam pengelolaan data, dengan menggunakan komputer sebagai tempat Penyimpan data, namun bukan berarti Buku Net ricik dan Pemetaannya di telantarkan, Pelihara keduanya agar tetap sinkron.  Penerapan dengan tekhnologi komputer tidak harus menggunakan program khusus, cukup menggunakan microsoft office
  3. Segera laporkan setiap kali ada perubahan data, baik itu mutasi pemilik maupun kesalahan. Ini sangat penting dan harus dilaksanakan dengan rutin dan sungguh sungguh dan oleh seorang petugas khusus.  
  4. Upayakan Pembetulan dari kesalahan data dasar se segera mungkin, manfaatkan perangkat lapangan untuk bekerja lebih giat. 
  5. Jangan segan segan untuk melakukan cek langsung ke Lokasi Obyek untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi.  
Untuk Komputerisasi data tanah di Kantor Pemerintah Desa, lebih lanjut akan saya jelaskan pada kesempatan mendatang 


No comments:

Post a Comment